Clakclik.com, 9 Maret 2021—Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No 1/1974 tentang Perkawinan telah mengatur bahwa usia perkawinan minimal 19 tahun.
Meski begitu, data Kementerian Agama menunjukkan, dari rata-rata sekitar 2,2 juta pernikahan setiap tahun, 49 persennya merupakan pernikahan dengan perempuan berusia di bawah 20 tahun. Pernikahan dini dengan usia melahirkan anak pertama di bawah 20 tahun berisiko pada kesehatan reproduksi serta meningkatkan risiko kematian pada ibu dan bayi.
Dilansir dari kompas.id (9/3/2021) Melania Hidayat, Assistant Representative UNFPA (Badan Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA), menuturkan, kualitas pelayanan kesehatan reproduksi yang belum optimal bisa menjadi penyebab tingginya angka kematian ibu dan bayi di Indonesia. Selain itu, posisi perempuan yang masih lemah di masyarakat berperan menimbulkan kondisi yang dapat meningkatkan risiko kematian pada ibu.
”Perempuan berhak memperoleh akses pada kesehatan reproduksi karena itu bagian dari hak asasi manusia. Perempuan pun berhak merencanakan kehamilannya. Sayangnya hal ini belum disadari oleh masyarakat. Karena itu, edukasi dan informasi soal ini harus lebih disebar melalui berbagai media,” ucapnya.
Menurut Melania, edukasi terkait kesehatan reproduksi harus disampaikan sejak usia dini. Itu tidak terbatas pada perempuan, tetapi juga laki-laki. Harapannya, edukasi ini dapat membuka wawasan dan kesadaran masyarakat luas mengenai kesehatan reproduksi. (c-hu)