Hamil di usia 37 tahun, Asih (40) bertekad bisa melahirkan secara normal. Namun, keinginannya kandas karena selama hamil kadar gula darahnya meningkat (diabetes gestational) dan dirinya mengalami pengentalan darah.
Oleh dokter, Asih yang warga Cisauk, Kabupaten Tangerang ini, disarankan operasi Caesar untuk melahirkan anak pertamanya saat itu. Ia langsung mengiyakan tanpa bertanya lebih lanjut karena malam sebelum melahirkan ketubannya pecah.
Seingat Asih, dokter hanya menjelaskan tentang prosedur tindakan. Ia sendiri tidak terpikir untuk banyak bertanya, misalnya tentang risiko operasi terhadap kesehatan ibu dan bayi. Anaknya kini berusia 26 bulan.
“Kalau misalnya tidak ada kendala medis, ya aku milih melahirkan normal, selain natural atau tidak perlu minum banyak obat, biayanya juga lebih murah,” kata Asih, Rabu (24/12/2024).
Terpisah, di pengujung bulan November lalu, enam ibu tampak asyik berbincang di jalanan ibu kota, awalnya soal kondisi anak-anak mereka. Percakapan itu dipicu kabar salah satu ibu yang anaknya sedang sakit. Tak lama, topik bergeser ke pengalaman melahirkan. Dari enam ibu, empat di antaranya melahirkan secara Caesar.
"Aku takut sakit kalau melahirkan normal," ujar seorang ibu usia awal 30-an tahun.
"Aku justru enggak mau operasi, lama sembuhnya. Aku melahirkan normal, besoknya langsung ke mall sama suami cari kekurangan perlengkapan bayi," sahut ibu lain yang usianya di atas 40 tahun.
"Aku Caesar karena melahirkan di usia hampir 40 tahun dan selama kehamilan aku bed rest," tambah ibu lainnya yang kini usianya lebih dari 50 tahun.
Dalam satu dekade terakhir, tren kelahiran Caesar di Indonesia melonjak. Data Riskesdas 2013 mencatat 8,2 persen kelahiran dilakukan secara Caesar, sementara pada 2023 (Survei Kesehatan Indonesia) angkanya naik drastis menjadi 25,9 persen.
Dokter kebidanan dan kandungan RS Brawijaya Antasari, Dinda Derdameisya mengungkapkan, kini banyak ibu lebih memilih operasi Caesar karena tidak perlu menunggu lama, bisa memilih tanggal kelahiran, dan alasan praktis lainnya.
Hal ini berbeda dibanding beberapa tahun lalu, ketika ibu-ibu cenderung menghindari Caesar karena nyeri pascaoperasi lebih lama dan proses menyusui serta pemulihan lebih sulit.
"Metode baru enhanced recovery after cesarean surgery membuat banyak ibu memilih jalan singkat dengan Caesar," ujar Dinda di sela kunjungan tenaga kesehatan ibu dan anak ke Pusat Riset dan Inovasi Global Danone di Utrecht, Belanda, akhir November lalu.
Menurutnya, persalinan Caesar tanpa alasan medis yang kuat sebaiknya dihindari. Namun diakuinya, hingga kini belum ada panduan atau aturan khusus agar dokter kandungan menjelaskan dampak operasi Caesar terhadap bayi. Pengetahuan tentang hal ini di kalangan ibu pun belum merata.
“Kami lebih pada menjelaskan soal prosedur dan dampak buruk tindakan, seperti efek anestesi dan proses penyembuhan,” kata Dinda.
Pentingnya edukasi
Bayi yang lahir secara Caesar berisiko mengalami disbiosis atau ketidakseimbangan mikrobiota usus, karena tidak adanya paparan bakteri baik dari vagina ibu, seperti Bifidobacterium dan Lactobacillus. Mikrobiota adalah kumpulan mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan virus yang berperan penting di saluran pencernaan, kulit, hingga organ lainnya.
"Paparan mikroba saat persalinan normal sangat penting untuk memicu respons imun yang tepat," kata Anang Endaryanto, dokter spesialis anak RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
Mikrobiota usus yang tidak seimbang mengganggu sistem kekebalan tubuh bayi hingga dewasa kelak. Akibatnya, risiko anak terkena penyakit seperti alergi, infeksi, autoimun, gangguan perilaku, kanker, diabetes tipe 2, dan obesitas meningkat.
Persalinan Caesar juga tidak memicu lonjakan stres hormonal seperti persalinan normal. Sebaliknya, stres mendadak selama operasi dapat memengaruhi perkembangan sistem dopaminergik yang berperan dalam beberapa fungsi otak dan perilaku adiktif.
“Itu sebabnya, edukasi tentang dampak negatif persalinan Caesar perlu diberikan, tidak hanya kepada ibu tetapi juga kepada dokter anak dan kandungan,” ujar Anang.
Selain itu, orang tua dengan anak lahir lewat Caesar juga perlu membekali diri dengan pengetahuan tentang deteksi dini penyakit seperti alergi, autoimun, hingga kanker. Meskipun tidak semua akan mengalami masalah kesehatan, menurut Anang, orang tua perlu memahami tanda-tanda dan gejala penyakit risiko anak lahir caesar agar dapat bertindak cepat.
Solusi ASI
Diakui dokter spesialis anak RSIA Tambak, Ria Yoanita, dirinya semakin banyak menjumpai ibu yang melahirkan secara Caesar atas keinginan sendiri. Dokter anak, menurutnya, ada baiknya ikut mengedukasi masyarakat tentang risiko operasi Caesar terhadap bayi.
Menurutnya, pemulihan mikrobiota pada bayi Caesar dapat dilakukan dengan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan, dilanjutkan hingga usia dua tahun. ASI mengandung sinbiotik yang membantu memulihkan disbiosis atau ketidakseimbangan mikrobiota usus pada bayi yang lahir lewat Caesar. Sinbiotik adalah kombinasi prebiotik seperti oligosakarida dan probiotik seperti Bifidobacterium dan Lactobacillus.
Selain itu, ASI juga mengurangi risiko penyakit kardiovaskular, metabolik, kanker, alergi, serta mendukung perkembangan kognitif dan mencegah kematian mendadak.
Adapun disbiosis perlu segera ditangani karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan jangka panjang seperti alergi, faltering growth, dan stunting. "Stunting pada 1.000 hari pertama kelahiran berisiko menurunkan IQ hingga 4,2 poin, yang tentu akan memengaruhi produktivitas di masa depan," ujar Ria.
Tren global
Tidak hanya di Indonesia, peningkatan tren kelahiran Caesar terjadi secara global, seperti disampaikan Thomas Ludwig, Direktur Medical Affairs & Nutrition Specialized Challenged Growth Danone.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan, angka kelahiran Caesar naik dari 7 persen pada 1990 menjadi 21 persen pada 2021. Angka ini diproyeksikan mencapai 29 persen pada 2030.
"Operasi Caesar dapat menyelamatkan nyawa ibu dan bayi, terutama dalam kondisi seperti plasenta previa, pre-eklamsia, atau komplikasi medis lainnya. Namun, hanya 10-15 persen operasi Caesar yang benar-benar dilakukan karena alasan medis. Sisanya adalah pilihan, yang sebenarnya tidak memberikan manfaat tambahan dan justru membawa risiko jangka pendek maupun panjang, terutama terkait perkembangan mikrobiota," jelas Thomas.
Kelahiran normal, lanjut Thomas, memberikan dorongan hormonal yang mendukung laktasi. Meski demikian, ibu yang menjalani operasi Caesar dapat menyamai tingkat menyusui ibu dengan kelahiran normal setelah enam bulan, asalkan mendapatkan dukungan khusus pascaoperasi.
Dikatakannya, ASI sangat penting dalam 1.000 hari pertama kehidupan bayi. Bagi ibu, ASI mengurangi risiko kanker reproduksi, memperbaiki kesehatan mental, dan menurunkan risiko penyakit metabolik serta kardiovaskular. Bagi bayi, ASI mengurangi risiko penyakit kardiovaskular, metabolik, kanker anak, alergi, asma, mendukung perkembangan kognitif, dan mencegah kematian mendadak.
"ASI adalah cairan hidup yang dinamis karena mengandung sel imun, bakteri, serta komponen penting lainnya seperti oligosakarida, protein, dan lemak," sambung Bernd Stahl, Direktur Human Milk Research & Analytical Science Danone.
Komposisi ASI, menurut Bernd, dapat berubah bahkan dalam satu sesi menyusui, menyesuaikan pola makan, gaya hidup ibu, dan kondisi kesehatan bayi. Ia menggambarkan ASI seperti orkestra sempurna yang dirancang oleh alam dan ibu untuk mendukung bayi secara optimal.
Jika bayi tidak bisa mendapatkan ASI eksklusif, lanjut Bernd, ia membutuhkan prebiotik yang didasarkan pada penelitian ilmiah. Strategi nutrisi seperti prebiotik, probiotik, dan sinbiotik penting untuk mendukung sistem bayi. " Bagi ibu yang bisa menyusui, ASI adalah hadiah terbaik untuk anaknya. Komposisinya mungkin bervariasi, tetapi manfaatnya selalu konsisten," pungkas Bernd.
Mengingat dampak negatif yang bisa ditimbulkan terhadap kesehatan bayi yang lahir lewat operasi Caesar, masyarakat perlu menyadari bahwa tindakan itu harus dilakukan dengan alasan medis yang kuat.
Namun, ibu yang anaknya lahir lewat operasi Caesar tidak perlu kecil hati karena ASI eksklusif bisa membantu memulihkan keseimbangan saluran cerna bayi dengan harapan fungsi imunnya pun akan meningkat. Tentu saja, karena risiko yang lebih tinggi, ibu perlu memberikan perhatian ekstra terhadap perkembangan kesehatan anaknya. (eki)
Naskah Asli: https://www.kompas.id/artikel/bahaya-tersembunyi-persalinan-caesar-pada-kesehatan-bayi?open_from=Section_Berita_Utama
Ditayangkan Clakclik.com untuk kepentingan edukasi publik.