Pandemi Covid-19 sekitar tiga tahun ini mempercepat digitalisasi dan perkembangan teknologi informasi. Hampir tiap individu kini menggenggam telepon seluler.
Editorial | Clakclik.com | 14 Januari 2023
Fenomena ini sejalan dengan data dari platform Hootsuite (2022), yakni pengguna internet di Indonesia mencapai 204,7 juta orang (73,7 persen) dan pengguna media sosial aktif di Indonesia mencapai 191,4 juta orang (68,9 persen).
Penggunaan telepon genggam secara masif mewarnai relasi antarmanusia di negeri ini. Perbincangan serius atau diskusi hangat di meja makan makin kerap diintervensi oleh aktivitas setiap anggota keluarga dengan telepon genggam.
Apabila diamati, dengan jujur, relasi orangtua dan anak juga diwarnai oleh telepon genggam. Ada orangtua yang tak mau pusing, meredakan rengekan anaknya dengan ”umpan” permainan di telepon genggam. Namun, tak sedikit keluarga yang membatasi pemakaian telepon genggam dalam perjumpaan mereka. Keluarga seperti itu sangatlah terbatas.
Bagaimana dengan remaja? Mereka asyik berselancar dalam labirin media sosial, dan juga sangat aktif membuat konten.
Terkait penggunaan media sosial secara masif, Selasa (3/1/2023), peneliti dari University of North Carolina di Chapel Hill, Amerika Serikat, memublikasikan kajian di JAMA Pediatrics. Konsumsi media sosial secara terus-menerus pada remaja dapat mengubah kepekaan otak terhadap penghargaan dan hukuman sosial dari orang lain.
”Kami tidak tahu apakah ini baik atau buruk. Jika otak beradaptasi dengan cara yang memungkinkan remaja menavigasi dan merespons dunia tempat mereka tinggal, itu bisa menjadi hal yang sangat baik,” kata peneliti University of North Carolina, Eva Telzer di media nasional Kompas (5/1/2023).
Penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan untuk bisa menangkap dampak dari penggunaan media sosial secara masif terhadap otak remaja. Terbuka kemungkinan media sosial memicu ketagihan pada para remaja. Bahkan, ada responden yang memeriksa media sosial hingga lebih dari 20 kali per hari.
Secara rata-rata, setiap orang di Indonesia juga mengakses media sosial selama 3 jam 17 menit (data 2022), lebih lama dari menonton tayangan televisi (2 jam, 50 menit) atau mendengarkan musik (1 jam, 30 menit).
Sesuai temuan itu, tentu bijak untuk mengendalikan penggunaan media sosial, terutama terhadap remaja, anak-anak kita yang masih dalam proses pendewasaan diri. Ketika mereka belum dapat dianggap bertanggung jawab terhadap diri sendiri, orangtua harus berperan mengendalikannya. Orangtua punya peran mendidik mereka.
Literasi digital adalah bekal pamungkas kita bagi anak-anak dan remaja. Namun, setidaknya, orangtua harus kreatif mencari aktivitas lain yang mampu mengajak mereka berselancar di dunia nyata daripada sekadar berselancar di dunia maya. Butuh aktivitas riil dan reaksi riil bagi bekal anak-anak kita.