Clakclik.com, 2 Juni 2022--Dukungan penyediaan dana bagi Lembaga Swadaya Masyarakat atau LSM dari anggaran negara atau kerap disebut dana abadi, juga akan menguntungkan pemerintah yang selama ini banyak bermitra dengan LSM. Namun perlu dijaga pula soal peningkatan kapasitas dan independensi LSM.
Dalam konferensi pers Dana Abadi LSM, “Menciptakan Lingkungan Pendukung untuk Meningkatkan Kualitas Demokrasi Lokal", Rabu (1/6/2022), sejumlah LSM lokal memaparkan situasi yang terjadi.
Hal ini menjadi bagian dari dorongan Kelompok Kerja (Pokja) Pendanaan LSM yang terdiri dari delapan lembaga di tingkat nasional berkolaborasi dengan LSM di tingkat lokal untuk mendorong agar pemerintah mengeluarkan kebijakan pendanaan LSM dalam bentuk Dana Abadi LSM melalui Peraturan Presiden (Perpres) Dana Abadi LSM. Selama ini, banyak kerja-kerja yang dilakukan LSM yang secara langsung maupun tidak langsung mendukung misi pemerintah.
Triawan Umbu Uli Mekahati dari Yayasan Koordinasi Pengkajian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam (Koppesda) Sumba mengatakan, pihaknya sulit membiayai kerja-kerja pemberdayaan masyarakat. Selama ini pendanaan bergantung pada hibah negara-negara ataupun bantuan internasional. Memang ada peluang dari dana kementerian, akan tetapi syarat-syarat administrasinya sulit dipenuhi LSM lokal.
Bambang Karyanto dari Lembaga Studi Desa untuk Petani (LSDP) Studi Dialektika Indonesia dalam Perspektif (SD Inpers) menceritakan, peranan LSM di Jember membantu pemerintah dan masyarakat. Sejak sebelum reformasi, LSM banyak membantu masyarakat yang tertindas. Kini, pihaknya banyak membantu lewat pembentukan UU Desa di mana peran desa jadi lebih mengemuka. “Pemerintah di Jember, mulai paham soal inklusif dan pembangunan berbasis gender ya dari LSM,” katanya.
Saat ini, LSM bahkan menjadi mitra misalnya dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. Namun ia menyayangkan, ketika ada dana terkait keterwakilan, yang banyak mendapat dana adalah partai politik. Masalahnya, kerja parpol lebih banyak terkait politik elektoral yang terkait dengan waktu pemilu. Begitu masa kampanye berlalu atau masyarakat mendapat masalah bahkan direpresi, parpol tidak terlihat.
“Buat kami, dana abadi itu bagus. Soal akuntabilitas itu ya harus. Pidana kalau ada LSM yang korupsi,” kata Bambang.
Riswati dari LSM Flower, Aceh berpandangan, dengan adanya dana abadi, LSM jadi bisa bekerja tanpa dituding sebagai pengemis. Selama ini, selain dana asing, pihaknya banyak mendapat dana berkat kerja sama untuk menggunakan dana aspirasi. Masalahnya, dana aspirasi itu pasti terkait politik elektoral.
Direktur Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta Dina Mariana menekankan, kalau sebelum reformasi LSM bersifat konfrontatif. Namun, sekarang LSM lebih bersifat kolaboratif sehingga meningkatnya kapasitas dan kemampuan LSM juga akan menguntungkan kerja pemerintah.
“Misalnya UU Desa, itu dari LSM yang advokasi, dan membantu menyusun draf karena pemerintah belum ada cerita-cerita baik pengalaman lokal untuk kebijakan,” kata Dina.
Ia menekankan dua hal yaitu rekognisi dan afirmasi. Pemerintah perlu mengakui kehadiran LSM dan manfaatnya bagi pemerintah dan masyarakat. Kemudian dengan afirmasi, perlu ada diskriminasi positif dari pemerintah terkait tender-tender atau misalnya dengan metoda prapembiayaan. Dengan demikian, LSM-LSM bisa membantu proyek-proyek yang skalanya besar. (c-hu)