Penyebab terbesar kenaikan harga kedelai adalah melonjaknya permintaan kedelai dari China sebagai konsumen 60 persen kedelai dunia. Setelah berhasil mengatasi wabah demam babi Afrika, China kembali mendorong produksi ternak yang membutuhkan bungkil kedelai. Selain itu, negara tersebut ingin memperbaiki hubungan dagang dengan AS. Harga kedelai dunia naik dari 37,65 persen menjadi rata-rata sekitar Rp 6.800 per kilogram pada 31 Desember 2020.
Editorial | Clakclik.com | 6 Januari 2021
Swasembada kedelai nasional pernah tercapai pada tahun 1992 dengan produksi 1,8 juta ton. Sampai saat ini, swasembada kedelai merupakan salah satu fokus pemerintah, selain beras dan jagung (pajale). Swasembada belum kunjung tercapai untuk kedelai dan jagung.
Untuk menyelesaikan masalah pasokan kedelai, ada baiknya pemerintah mengevaluasi strategi dan kebijakan pangan menyeluruh, khususnya yang dinilai strategis, seperti kedelai.
Evaluasi itu mulai dari strategi produksi, industrialisasi, tata niaga, hingga sistem dan usaha agrobisnis berbasis kedelai. Kebijakan harga harus menjamin petani mendapat harga yang pasti dan menguntungkan. Kebijakan nonharga, antara lain, bibit unggul yang cocok dengan lahan dan agroklimat, ketersediaan pupuk, dan kredit.
Jika memilih strategi mengimpor kedelai, pemerintah harus membuat komitmen dengan negara produsen agar ada jaminan pasokan jangka panjang dengan harga pasti. Sebaliknya, jika kita memilih strategi swasembada seperti selama ini, komitmen dengan petani harus dijalankan tuntas, termasuk konsekuensi menjamin harga di tingkat petani agar petani senang menanam kedelai.
Evaluasi tuntas menjadi landasan menyusun strategi dan kebijakan utuh yang harus konsisten dilaksanakan sepanjang tahun, bahkan ketika pemerintahan berganti. Sebabnya, swasembada tidak terjadi tanpa perencanaan yang baik.
