Normaisasi Sungai Juwana: Jampisawan Usul Masyarakat Tepi Sungai Dilibatkan

Ekspedisi Sungai Juwana / Jampisawan for Cakclik.com

Komunitas
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

Pati, Clakclik.com—Sejak 2011 hingga sekarang, proyek normalisasi Sungai Juwana yang berada di wilayah Kabupaten Pati, Jawa Tengah sudah berkali-kali dilakukan. Sekitar 200 milyar dana APBN sudah nyemplung di Sungai Juwana. Namun, menurut Jaringan Masyarakat peduli Sungai Juwana (Jampisawan) perubahan signifikan dari pendangkalan dan penyempitan sungai masih belum terlihat.

Tahun ini, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juwana sudah merencanakan (Bulan Juni sudah ditenderkan dan akan mulai dieksekusi Bulan Juli 2020), proyek pengerukan lagi dengan anggaran Rp.96 milyar (Clakclik.com, 9/6/2020).

Baca juga: https://www.clakclik.com/72-peristiwa/1181-normalisasi-sungai-juwana-dianggarkan-rp-96-miliar-bulan-juli-akan-dimulai

Jampisawan meminta agar BBWS Pemali Juwana  bersedia membangun koordinasi dengan masyarakat dan pemerintah desa tepi Sungai Juwana untuk membicarakan tentang pengelolaan sungai.

“Kalau hanya dikeruk pakai alat berat  tapi masyarakat tidak diajak untuk menjaga sungai, saya kira proyek pengerukan akan sia-sia. Tidak sampai setahun sungai juga akan dangkal lagi,” kata Sunhadi, Koordinator Jampisawan, Minggu (28/6/2020)

Sebagian masyarakat memanfaatkan bantaran Sungai Juwana untuk pembuangan sampah / Jampisawan for Clakclik.com

Sunhadi menjelaskan bahwa komentarnya ini terkait dengan bagaimana selama ini masyarakat tepi sungai memanfaatkan Sungai Juwana. “Ada yang untuk mencuci limbah, ada yang buang sampah rumah tangga, sampah pertanian juga dibuang ke Sungai Juwana. Sejumlah perusahaan juga membuang limbahnya ke sungai,” tambah Sunhadi.

Akibat dari perilaku itu, Sungai Juwana mengalam pendangkalan dan penyempitan dengan cepat. Saat musim kemarau tiba dan debit air Sungai Juwana menyusut, kondisi muka Sungai Juwana tampak seperti pulau-pulau kecil yang dipenuhi sampah.

“Belum lagi soal bagaimana masyarakat memanfaatkan sempadan sungai untuk bercocok tanam, mendirikan bangunan, dan lain-lain. Semua itu tidak bisa diatasi tanpa ada komunikasi dan pelibatan masyarakat,” pungkas Sunhadi. (c-hu)