Catatan Geliat Gerakan Tanggap Darurat Banjir PCNU Pati

Ilustrasi / Istimewa

Opini
Typography
  • Smaller Small Medium Big Bigger
  • Default Helvetica Segoe Georgia Times

Oleh: Husaini, Anggota Lakpesdam NU Pati dan Pengurus LAZISNU Pucakwangi. Pemilik KARTANU No. 11.06.05.011.00001.

Baca juga: Bencana Sebagai Ancaman Keamanan (clakclik.com)

Dua hari ini akun facebook dan sejumlah grup whatsapp saya dipenuhi oleh kabar tentang bencana banjir di Kabupaten Pati; sebuah kabupaten kecil di lintasan jalur Pantura, Jawa Tengah. Di kawasan Pantura, banjir Pati sebenarnya sudah populer. Pernah juga memutus jalur Pantura yang merupakan salah satu urat nadi perekenomian Pulau Jawa.

Dalam konteks organisasi sosial keagamaan Nahdlatul Ulama’ (NU), nama kabupaten Pati tidak asing. Setidaknya Pati memiliki almarhum Kiai Sahal Mahfudz; ulama’ kharismatik NU. Saat ini ada sejumlah tokoh dari Pati seperti Kiai Imam Aziz yang kini menjadi pengurus PBNU dan tokoh muda NU Savic Ali yang cukup mewarnai dalam gerakan literasi anak muda NU dengan nu-online dan islami.co yang dikelolanya.

Dalam konteks gerakan sosial merespon persoalan bencana, NU Pati tahun ini terlihat sigap. Beberapa hari setelah banjir melanda puluhan kampung, ribuan hektar tanaman padi dan ratusan hektar tambak ikan, PCNU Pati langsung mendirikan posko. Semua badan otonom (Banom) digerakkan, cabang-cabang NU di kecamatan-kecamatan diminta bergerak menggalang dukungan dan mendirikan posko. Anak-anak muda NU terutama Banser terjun langsung dilapangan untuk melakukan pemetaan, menyalurkan bantuan, dan aksi evakuasi. Layanan kesehatan juga digelar di sejumlah lokasi.

Di postingan media sosial, saya juga melihat ketua PCNU Pati, Kiai Yusuf Hasyim terjun langsung ke lapangan. Sesekali beliau siaran langsung ditengah genangan banjir dan membersamai anak-anak muda NU yang mengangkut bantuan menuju desa-desa yang lumpuh karena banjir.

Sejumlah anak muda NU terlihat sedang beribadah di teras masjid yang sudah tergenang banjir di sela-sela membagikan bantuan kepada korban banjir di Pati/ foto diambil dari media sosial facebook, Minggu (7/2/2021).

Anak-anak muda NU mulai dari IPNU-IPPNU, Pagar Nusa, Ansor-Banser, Fatayat yang terjun di lapangan terlibat dalam penggalangan dan penyaluran bantuan, melalui media sosial masing-masing serentak memposting aksi sosial mereka menjadi relawan bencana banjir Pati.

Teman saya seorang Nasrani yang juga pekerja kemanusiaan yang sering terjun di wilayah bencana di Indonesia sontak komentar: NU yang eksis ini mas!.

Saya sebagai orang yang dibesarkan di lingkungan NU (yang cukup fanatik saat itu; terutama ayah saya), merasa bangga dengan geliat ini. Namun tentu saja, gerakan kemanusiaan respon bencana yang dilaukan oleh PCNU Pati tidak boleh berhenti di fase tanggap darurat seperti saat ini.

Dalam konsep penanggulangan bencana, fase tanggap darurat merupakan fase yang terkesan paling mudah mengerjakannya; kita tinggal menggalang dukungan, lalu menyalurkannya. Namun sesungguhnya ada banyak hal yang harus dipahami dalam melakukan tanggap darurat bencana. Diantaranya adalah soal bagaimana kita memperlakukan warga yang terdampaK bencana bukan sebagai korban yang pasif tetapi sebagai survivor atau penyintas yang aktif baik lahir maupun bathin. Para penyintas bencana tidaK boleh hanya diperlakukan sebagai penerima bantuan tanpa dipahami bantuan apa yang sesungguhnya paling dibutuhkan.

Sisi lain, para relawan juga perlu memahami soal kode etik bantuan kemanusiaan; misalnya dalam memberikan bantuan tidak boleh memandang suku, agama, ras, antar golongan, tida boleh digunakan untuk mengejar satu pandangan politik dan agama tertentu, tidak menambah kerentanan masyarakat dalam menghadapi bencana, dan lain sebagainya.

Kita juga harus paham bahwa ada siklus dan fase penanggulangan bencana dimana setelah tanggap darurat selesai fase berikutnya adalah rehabilitasi dan rekonstruksi, setelah itu bagaimana memasukkan pertimbangan ancaman bencana dalam rencana pembangunan, serta pengembangan program mitigasi bencana dan kesiapsiagaan.

Siklus penanggulangan bencana dalam konsep manajemen risiko bencana, populer dipakai banyak pihak termasuk pemerintah / istimewa

Di fase rehabilitasi dan rekonstruksi misalnya, kita harus memikirkan tentang bagaimana kerugian luar biasa yang dialami para petani dan petambak serta usaha lainnya yang terdampak banjir di Kabupaten Pati saat ini. Bagi petani dan petambak, semua modal sudah ditebar di lahan termasuk modal yang bersumber dari hutang. Namun belum sampai panen, padi dan ikan hanyut dilandan banjir. Jika hal itu tida dipikirkan, setelah peristiwa bencana selesai, para relawan pulang ke rumah masing-masing, warga tetap menderita karena bangkrut, terpuruk dan semakin miskin.

Hal utama yang sangat penting adalah juga bagaimana PCNU Pati terlibat memberikan masukan agar semua rencana pembangunan di Kabupaten Pati memasukkan aspek pengurangan risiko bencana. Selain itu program-program mitigasi dan kesiapsiagaan menghadapi bencana harus didorong dikembangkan.

Terakhir, kita semua harus menyadari bahwa penyebab terjadinya bencana tidak pernah tunggal. Banjir misalnya, kita boleh bicara soal curah hujan tinggi dan cuaca ekstrem. Namun kita harus mengakui bahwa ada salah kelola dan salah penataan yang terjadi selama ini dan tidak pernah digunakan sebagai bahan pembelajaran.